Judul : Sekadar Mendahului
Penulis : Abdurrahman Wahid
Penerbit : Nuansa
Terbit : I, 2011
Halaman : 343 Halaman
Harga : Rp. 55.000
Pemikiran Abdurrahmad Wahid selalu aktual. Meskipun dilontarkan
lebih dari dua dekade lalu, gagasannya selalu dapat menjawab--sedikitnya
relevan--dengan pesoalan-persoalan utama umat Islam, kebangsaaan maupun
nasionalisme dalam bingkai kekinian. Hal ini memperlihatkan bahwa Gus Dur
adalah nasionalis yang sanggup melihat ke depan. Ia tidak menawarkan jawaban
dari sebuah persoalan dalam jangka pendek, namun memilki spektrum yang melompat
ke depan. Artinya, ada gagasan fundamental yang terkandung di salamnya.
Kumpulan tulisan Sekadar Mendahului ini, merupakan kumpulan
kata pengantar yang ditulis oleh Gus Dur untuk sejumah buku. Tidak hanya
buku-buku beragam Islam dan ke-Islaman, melainkan juga buku-buku dari bidang
lain seperti politik, kebudayaan, hingga biografi. Dipilihnya Gus Dus untuk
memberikan pengantar pada buku-buku tersebut dapat dipastikan dengan satu
asalan bahwa tokoh pluralisme ini memang memiliki wawasan serta pemahaman yang
luas tentang berbagai bidang. Ini yang menjadikannya seorang kiai sekaligus
seorang intelektual sejati.
Dalam tulisan-tulisannya, Gus Dur juga konsisten untuk
membela orang-orang yang termarjinalisasi secara sitematis. Baginya,
orang-orang seperti inilah yang seharusnya dibela dan diberi kesempatan yang
sama untuk berbagai akses, termasuk akses politik. Hal ini tampak dari tulisan
Gus Dur yang terkait dengan diskriminasi. Gus Dur melihat bahwa sikap
diskriminasi politis secara negatif masih terjadi, terutama dengan keturuan
etnis Tionghoa di Indonesia. Ia melihat, kelompok ini selalu dibedakan dan
tidak diperlakukan secara adil.
Padahal, dari perspektif sejarah, Gus Dur melihat bangsa
Indonesia sudah lama menerima pluralitas etnis dan budaya. Hal inilah yang
harus dibina agar kedamaian antar umat maupun golongan di bumi Nusantara ini
dapat dicapai.
Sementara itu, dalam pemikian agama, Gus Dur selalu
menekankan pentingnya nilai-nilai Islam yang membebaskan dan mendamaikan. Lihat
saja tulisan pengantar untuk buku buku Menjadi Islam Liberal yang ditulis oleh
Ulil Abshar-Abdalla.
Menurut Gus Dur gagasan Ulil yang ditentang oleh banyak tokoh
Islam seharusnya direspon secara baik. Sebab pada dasarnya Ulil ingin adanya
kebebasan berpikir dalam Islam sebagai syarat meluasnya cakrawala ke-Islaman
untuk menjawab persoalan-pesoalan jaman. Namun gagasan ini banyak ditentang.
Benang merah pemikiran ke-Isalaman Gus Dur dalam buku ini
adalah penolakannya terhadap formalisasi dan ideologisasi. Ia menekankan
pentingnya kulturalisasi untuk mengembalikan kejayaan Islam.
Bagi Gus Dur, ideologisasi Islam hanya menghadirkan tindakan
atau upaya politis yang mengarah kepada penafsiran tekstual radikal terhadap
teks-teks keagamaan. Inilah yang terus menggejala pada masyarakat dewasa ini.
Catatan lain untuk buku ini adalah, kumpulan tulisan Gus Dur
ini semestinya telah terbit jauh sebelum ia wafat. Buktinya Romo
Mangunwijaya--yang wafat beberapa tahun sebelumnya--telah menyaiapkan kata
pengantar untuk kumpulan tulisan ini. Ini menunjukkan bahwa buku ini sudah
disiapkan lama.
Persahabatannya dengan rohaniawan Katolik tersebut
menunjukan bahwa Gus Dur adalah tokoh yang lebih banyak diterima oleh berbagai
golongan di negeri ini. Tokoh sepeti inilah yang selalu dinantikan.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar